Kamis, 16 Oktober 2014

" Rindukan Senja "
(Karya: Kurniawan Pattymoa )
Senja hampir matang, saatnya kidung cinta 
dikumandang, dari kalbu yang kesunyian 
Gelombang adzan mendayu meminang senja.
Di sanalah Tuhan melahirkan segala rindu. . . .
Senja dan segala jingga di matamu
rinduku habis pada waktu
dan kata-kataku jadi batu
aku mencintai ketiadaanmu . . . . . . . . . .
Di sebelah matamu, aku terbit. 
Di sebelah matamu lagi, aku terbenam. 
Demikianlah irama perjumpaan kita, 
seiring siklus alam. . . . . . . . . ..
Yang aku rindukan kini semebar jingga, 
senja melabuh dalam tirai malam 
Dan sepatahan tulang rusuk yang menanti kembali.



" Matahari, Bumi Dan Bulan "
(Karya : Kurniawan Pattymoa & Ramadhan Yusuf)

Andaikan kamu adalah Bumi
Maka aku adalah Matahari
Yang selalu setia memberimu kehangatan cinta
Dalam dinginya malam

Tapi Sayangnya kamu selalu mendambakan bulan
Yang selalu memberikanmu keromantisan
Dengan hiasan ribuan bintang di sekelilingnya
Yang mampu menggoyangkan cintamu

Aku yang selalu hadir sendiri dalam kesederhanaanku
Karena aku sadar inilah aku
Aku bukanlah dia
Dia romantis karena bersama bintang
Yang selalu di dambakan manusia
Tapi kamu tak pernah mengerti bahwa bulan dan bintang itulah Jelmaanku.


" Sajak Rindu " 
(Karya : Kurniawan Pattymoa)
kau yang kupandang
kau yang selalu berkeliaran dihadapanku
Cahayamu begitu menyilaukan penglihatanku
bukan memuja keindahan dan menghibur semata
Tapi Jiwaku tertawan oleh keindahanmu . . . . .
Sebab Kau tunjukkan gaya mempesona dalam sajakku
Tiba-tiba terdiam bercakap dalam bisu
Seolah suara hanyalah imajinasi
melepas sajak malam demi malam, ke arah hilang
Entah sampai kapan hati ini dilanda rasa yang sesaat . . .
Mantra-mantra cinta dan doa telah kupanjatkan 
Bila itu benar dan baik, biarkan Tuhan yang aminkan
Sajak sederhana untukmu, tapi untuk memilikimu tak sesederhana itu 
Aku hanya hendak menikmati indahmu bagaikan bulan dimalam hari. . .


'' TANPA JUDUL "
(Karya: Kurniawan Pattymoa)

Nafasmu dikatakan semua kerinduan
Berhiaskan segala keindahan
Kehebatan rasa duniawi
Tetapi sayang,,, Kau teramat lemah 
Di balik keindahanmu . . . . . . . ..

Dia langit yang kau Dambakan
Yang selalu melukis hujan di pipimu
Sayangnya aku hanya bisa menjadi laut
Yang selalu Menepis birunya langit . . . .

Tetapi raga harus meng-ikhlaskan
Semuanya yang pernah terjadi
Karena kenyataan telah berubah
Rasa tak lagi bersama . . . . . . . . .

Kau begitu menyentuh rasaku
Tetapi tak mungkin aku membalutnya
Karena kau teramat rapuh oleh cinta 
yang begitu dalam menusukmu . . . . . . . .


Apabila cinta bermahkota kesetiaan
Dan berhaluan keimanan 
Biarpun tak terlihat indah
Namun mampu memberikan kepastian
Kebahagiaan dunia sampai Akhirat
Dengan kehebatan takdir yang ada. . . . .